11 September 2013

Cerpen Kipanji Kusmin: Langit Makin Mendung

Cerpen Langit Makin Mendung karya Kipanji Kusmin ini merupakan salah satu cerpen kontroversial di Indonesia. Cerpen yang sebenarnya bertendensi pada kritik sosial ini ramai dihakimi karena dianggap melecehkan agama Islam. Sampai-sampai ada sebuah buku yang berjudul Pledoi Sastra yang memuat perdebatan mengenai kekontroversialan cerpen tersebut.

Yang menjadi titik masalah adalah pemakaian Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh dalam cerpen. Hal itulah yang dianggap sebagai pelecehan terhadap Rasulullah. Sampai sekarang, perihal mengenai siapa Kipanji Kusmin sebenarnya masih belum dapat diungkap. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya Kipanji kusmin adalah HB Jassin sendiri yang selama polemik sebagai pembela cerpen ini dan pengarangnya.

11 Juli 2013

Mengenal Harper Lee dan To Kill A Mockingbird

To Kill A Mockingbird menjadi buku paling laris pada 1960. Buku tersebut dianugerahi penghargaan Pulitzer pada 1961 untuk kategori fiksi dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa (termasuk bahasa Indonesia).

Pada 1962 Horton Foote membuat sebuah film berdasar novel itu, yang kemudian memenangi empat kategori Academy Award, termasuk kategori aktor terbaik untuk Gregory Peck. Hingga kini, To Kill A Mockingbird adalah salah satu buku babon dalam kesusastraan berbahasa Inggris, sejajar dengan Oliver Twist, Heart of Darkness, Catcher in the Rye, dan Jane Eyre.

27 Mei 2013

Esai Novel Panglima Perang Karya Hardjono W.S: Menyelam ke Dunia Pewayangan (Bagian 1)

Saat pertama kali menjadi warga Mojokerto, saya yang gemar menulis—di ranah fiksi—secara tidak langsung mengetahui beberapa nama-nama penulis yang ada di kota Mojokerto. Sejatinya, menurut saya, sosok Hardjono W.S  dan Jatidukuh  dalam lingkup pengaruhnya di dunia kepenulisan sudah seperti  Pram dengan Bojonggede, Rendra dengan Bengkel Teater di Cipayung, Suripan dengan Bendulmrisi, atau Golagong dengan Rumah Dunia di Serang.

24 Maret 2013

Tan Twan Eng Memenangkan Man Asian Literary Prize 2013

Penulis Malaysia Tan Twan Eng memenangkan penghargaan sastra Man Asian Literary Prize 2013 untuk novelnya yang berjudul “The Garden of Evening Mists”.

Penghargaan sastra Man Asian Prize diberikan kepada novel terbaik karya seorang penulis Asia yang diterbitkan pada tahun kalender sebelumnya. Syaratnya, novelnya harus ditulis dalam bahasa Inggris atau diterjemahkan ke bahasa Inggris. Sejak ajang ini mulai digelar tahun 2007, Tan adalah pemenang kedua yang karyanya ditulis dalam bahasa Inggris.

05 Februari 2013

Pratisara Raih Penghargaan Rancage 2013

Yayasan Kebudayaan Rancage kembali menganugerahkan Hadiah Sastra 2013 bagi para sastrawan yang menulis buku dengan bahasa daerah. Untuk karya sastra dalam bahasa Jawa, buku kumpulan cerpen berjudul Pratisara ditetapkan sebagai karya terbaik bersama buku puisi berbahasa Sunda, Lagu Padungdung, dan buku Roman pendek berbahasa Bali berjudul Sentana.

Menurut Ketua Dewan Pembina Rancage Ajip Rosidi, pemenang penghargaan untuk sastra Jawa dipilih dari 29 judul buku yang terbit tahun 2012. Sedangkan untuk Sastra Sunda dipilih dari 5 buku unggulan yang sebelumnya dipilih dari dari 38 buku sastra Sunda yang terbit pada 2012.

15 Januari 2013

Die RegenbogenTruppe Masuk Nominasi TB Buchawards 2013

Penulis Indonesia Andrea Hirata berhasil meraih nominasi penulis sastra terbaik dalam ajang anugerah sastra Jerman, TB Buchawards 2013. Andrea Hirata berhasil masuk menjadi nominasi bersama tiga penulis lainnya yakni penulis India, Kiran Nagarkar, penulis Australia Stefan Nink dan penulis Jerman Steffen Moller.

Penulis novel Laskar Pelangi itu mengungkapkan panitia TB Buchawards 2013 mengamati tulisan-tulisan sastra bertema budaya dari seluruh dunia. Laskar Pelangi sendiri telah diterbitkan di Jerman oleh penerbit Hanser-Berlin dengan judul Die Regenbogen Truppe.

17 Juni 2012

Catatan Perjalanan ke Avontur


Hari senin 11 Juni 2012, saya mendapat telpon dari seorang sahabat, intinya meminta saya untuk melakukan perjalanan ke Avontur, negeri puisi milik Ragil Sukriwul. Saya beranikan diri untuk menyanggupi apa yang dimintanya walaupun dalam hati saya berpikir, apa sangu saya cukup untuk dolan ke Avontur? Jangan-jangan nanti tidak mencukupi dan saya harus nggembel disana dan pulang ngesot. Saya berpikir begitu karena sahabat itu, setelah memberi tiket secara jelas ngomong, “Saya tunggu oleh-oleh dari Avontur.”

Keesokan harinya dengan bekal seadanya saya bergegas terbang ke avontur. Di jok pesawat, sebelum menginjakkan kaki di avontur, saya teringat dua hal: Pertama, puisi diciptakan untuk mengabdikan pengalaman tertentu, yaitu pengalaman estetik yang menjadi penghayatan penyairnya.