27 Maret 2009

Mengulik Bilik Budi Darma

Suatu hari ia diajak sang nenek jalan-jalan di pinggir pantai Rembang. Ia menyisir sepanjang pantai itu, mengamati alam sekitar. Ia berpikir, air sungai mengalir ke laut tiap waktu, tapi mengapa laut tidak pernah banjir.

Sama halnya ketika ia mengamati tupai dalam sangkar yang selalu bergerak dan melompat ke atas, namun si tupai tetap pada tempat yang sama karena si pemilik membuat sangkar tupai terus berputar sehingga si tupai itu tetap di titik yang sama.

Ia berpikir, apakah itu yang namanya nasib? Kenapa orang bisa menjadi tua? Mengapa ada orang yang meninggal? Seandainya semua orang lahir tanpa meninggal, dunia ini bagaimana?
Begitulah ragam pertanyaan yang pernah ia lontarkan saat kecil. Keinginannya menjawab pertanyaan itulah yang kemudian ia tuangkan dalam tulisan. Mengalir dalam bentuk cerita.

Kini siapa yang belum baca karya-karyanya yang fenomenal: Orang-Orang Bloomington (kumpulan cerpen, 1980), Olenka (novel, 1983), Rafilus (novel, 1988), Solilokui (Kumpulan esei, 1993), Harmonium (kumpulan esei, 1995), Nyonya Talis (novel, 1996), Kritikus Adinan (kumpulan cerpen, 2002), juga, Fofo dan Senggring (kumpulan cerpen, 2006). Yah, ialah Prof. Dr. Budi Darma.

Budi Darma lahir tanggal 25 April 1937 di Rembang, Jawa Tengah. Ia anak keempat dari enam bersaudara yang semuanya laki-laki. Kedua orang tuanya berasal dari Rembang. Ayahnya bernama Munandar Darmowidagdo dan bekerja sebagai pegawai kantor pos. Ibunya bernama Sri Kunmaryati. Karena pekerjaan ayahnya, Budi darma sering berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti orang tuanya, antara lain di bandung, Kudus, Salatiga, Yogyakarta, Semarang, dan Jombang. Hidup nomaden yang mengajarkan banyak hal baginya untuk mengenali kehidupan.

Budi Darma menempuh pendidikan di berbagai kota. Pendidikan sekolah dasar diselesaikannya tahun 1950 di Kudus, Jawa Tengah. Sekolah menengah pertama diselesaikannya tahun 1953 di Salatiga, Jawa Tengah. Kemudian, pendidikan sekolah menengah atas (SMA) diselesaikannya di Semarang tahun 1956. Setamat SMA, Budi Darma meneruskan kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, dan selesai tahun 1963. Judul skripsinya adalh Tragic Heroes in The Plays of Marlowe. Selama satu tahun (1967) ia mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat.

Budi Darma menikah pada tanggal 14 Maret 1968 dengan Sitaresmi, S.H., yang lahir 7 September 1938. Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai tiga orang anak, yaitu Diana (lahir di Banyuwangi, 15 Mei 1969), Guritno (lahir di Banyuwangi, 4 Februari 1972), dan Hannato Widodo (lahir di Surabaya, 3 Juni 1974).

Pada tahun 1970-1971 ia mendapat beasiswa dari East West Centre untuk belajar ilmu budaya dasar (basic humanities) di Universitas Hawai, Honolulu, Amerika Serikat. Pada tahun 1975 meraih gelar M.A. dari Universitas Indiana, Bloomington, Indiana, Amerika Serikat, yang judul tesisnya adalah Tha Death and The Alive, dan tahun 1980 di universitas yang sama ia meraih gelar Ph.D. dengan judul disertasinya Character and Moral Jugment in Jane Austin’s Novel.

Bakat menulisnya telah tumbuh sejak kecil. Diakuinya, karya tulis merupakan proses dialektika antara bakat dan dorongan hati untuk mengungkap pemikiran-pemikiran yang merupakan hasil kontemplasi. Gaya cerita yang berfragmen-fragmen disebutnya tidak dibuat secara sengaja. Ia hanya menulis, dan ketika menulis ia tidak bisa memengggal dan meneruskan nanti. Ia tidak bisa menulis terputus-putus. Jadi semua karyanya adalah karya yang saat ia mulai menuliskannya harus langsung jadi.

Novel Olenka dan Kumpulan Cerpen Orang-Orang Bloomington lahir ketika ia studi sastra Inggris di Indiana University, USA. Sambil menulis disertasi, ditulislah juga Olenka dan Orang-Orang Bloomington. Inspirasinya adalah kultur kehidupan masyarakat Amerika yang banyak menyisakan orang-orang kesepian dan tidak diterima masyarakat. Olenka kemudian menjadi pemenang Sayembara Menulis Roman DKJ 1980 dan menjadi Novel Terbaik tahun 2003 dai DKJ. Sedangkan Orang-Orang Bloomington mengantarkan beliau meraih SEA Write Award 1984.

Jika ditanya soal generasi penulis saat ini, ia menilai tidak ada perbedaan yang signifikan pada karya-karya generasi penulis 1980-an hingga 2000. Berbeda hal ketika pada 1970-an, dimana sastrawan-sastrawannya berusaha mencari identitas diri. Seperti Linus Suryadi AG yang menulis kembali kebudayaan Jawa melalui Pengakuan Pariyem, Chaerul Harun menulis kebudayaan Minang lewat novel Warisan, dan Abdul hadi WM dengan puisi-puisi sufi Islam. Hanya saja, mulai 1990-an muncul para penulis wanita yang ramai berbicara tentang seks. Nama-nama Ayu Utami, Dewi Lestari, Fira Basuki, Djenar Maesa Ayu mencuat.

Menurutnya, saat ini sastra menjadi dunia yang holistik. Penulis memiliki segmentasi sendiri-sendiri. Penulis muda menelurkan ciklit, teenlit, maupun metro-pop. Mereka menulis bukan untuk sastra murni, tapi untuk segmen tertentu. Fenomenanya, tiap penulis berkecenderungan kejar tayang. Misalnya beberapa penulis memiliki target tahun ini harus bisa menghasilkan beberapa novel. Hampir semuanya begitu. Titiknya adalah kuantitas bukan kualitas. Saat ini, tiap hari ada 15 novel yang terbit, jadi susah untuk mencari novel yang berkualitas.

Ia membedakan karya sastra dengan sastra hiburan. sastra hiburan bercirikan menarik, lucu, menegangkan, atau mennyedihkan. Ditulis untuk menghibur, tapi sejatinya tidak mengungkapkan hakiki manusia. Sedangkan karya sastra dilatarbelakangi adanya pemikiran. Itulah yang membedakan karya sastra dengan sastra hiburan. Penulis cerpen Derabat dan Mata Yang Indah, dua cerpen yang menjadi Cerpen Terbaik Pilihan Kompas 1999 dan 2001 ini menilai penulis dewasa ini terlalu kemrungsung, tidak tenang, hanya terpicu oleh orang lain yang novelnya sukses sehingga ramai-ramai membuat novel karena tidak mau ketinggalan.

Budi Darma tercatat sebagai anggota Modern Language Association (MLA), New York (1977—1990). Nama Budi Darma tercatat dalam buku Who’s Who in The World (1982—1983). Dalam kerangka kerja sama Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), Budi Darma membimbing cerpenis dan esais muda berbakat dari Brunai Darussalam, Indonesia, dan Malaysia dalam wadah Program Penulisan Mastera (1998—1999). Besarnya sumbangan Budi Darma kepada kehidupan sastra membuahkan Penghargaan Anugerah Seni dari pemerintah Indonesia (1993) dan Ahmad Bakrie Award (1995).

Tidak ada komentar: