28 November 2008

Shinkankakuha Yasunari Kawabata

Yasunari Kawabata adalah orang Jepang pertama yang memperoleh penghargaan Nobel Sastra pada tahun 1968. Selain menulis, ia juga bekerja sebagai wartawan, terutama untuk Mainichi Shimbun di Osaka dan Tokyo. Meskipun ia menolak ikut serta dalam semangat militer yang menyertai Perang Dunia II, ia juga tidak terkesan oleh pembaruan-pembaruan politik di Jepang sesudahnya.

Perjalanan hidup Kawabata sungguh memprihatinkan. Lahir di Osaka, 14 Juni 1899, Kawabata telah yatim sejak usia dua tahun. 
Ia kemudian tinggal dengan kakek-neneknya. Namun ketika ia berusia tujuh tahun, neneknya meninggal dunia pada bulan September 1906. Kakeknya menyusul meninggal dunia pada bulan Mei 1914 ketika ia berusia 15 tahun.

Pada Januari 1916, ia masuk SMP dan pindah ke sebuah asrama hingga lulus pada Mei 1917. Persis sebelum ulang tahunnya yang ke-18, ia pindah ke Tokyo untuk mengikuti ujian masuk Dai-ichi Koto-gakko' yang berada di bawah asuhan langsung Universitas Kekaisaran Tokyo. Ia berhasil lulus masuk ke Fakultas Sastra Inggris.

Semasa menjadi mahasiswa, Kawabata menghidupkan kembali majalah sastra Universitas Tokyo, "Shin-shico" (Arus Pemikiran Baru) yang telah mati lebih dari empat tahun. Di situ ia menerbitkan cerita pendeknya yang pertama, Shokonsai Ikkei (Suasana pada suatu pemanggilan arwah), sebuah karya yang hingga kini masih diakui nilai sastranya. Ketika kuliah, ia beralih jurusan ke Sastra Jepang dan menulis skripsi yang berjudul, Sejarah singkat novel-novel Jepang. Ia lulus pada Maret 1924.

Pada Oktober 1924, Kawabata dan sejumlah penulis muda, diantaranya Kataoka Teppei dan Yokomitsu Riichi, memulai sebuah jurnal sastra baru Bungei Jidai (Zaman Artistik). Jurnal ini adalah reaksi terhadap aliran sastra Jepang yang lama dan mapan, khususnya aliran Naturalis, sementara pada saat yang sama juga bertentangan dengan sastra kaum buruh atau aliran Sosialis. Kawabata dan Yokomitsu menggunakan istilah "Shinkankakuha," untuk menggambarkan filsafatnya yang sering kali keliru ditafsirkan sebagai "Neo-Impresionisme”, padahal gerakan mereka dipusatkan pada upaya memberikan "impresi baru," atau, lebih tepatnya, "sensasi baru" dalam penulisan sastra, bukannya versi baru atau pemulihan dari Impresionisme.

Kawabata mulai mendapatkan pengakuan dengan sejumlah cerita pendek tak lama setelah ia lulus, dan memperoleh kemasyhuran dengan Izu no Odoriko (The Dancing Girl of Izu/Gadis Penari dari Izu) pada 1926, sebuah cerita yang menjelajahi erotisisme jiwa muda yang sedang berkembang. Kebanyakan karyanya di kemudian hari menjelajahi tema-tema serupa.

Karya-karya Kawabata yang kemudian lahir diantaranya Yukiguni (Snow Country/Negeri Salju) tahun 1934, Senbazuru (Seribu Thousand Crane/Burung Bangau) 1949-1952, Yama no Oto (The Sound of the Mountain/Suara Gunung) tahun 1949-1954, Nemureru Bijo (The House of Sleeping Beauties/Rumah Gadis-Gadis Penidur) tahun 1962, Utsukushisa to Kanashimi to (Beauty and Sadnes/Kecantikan dan Kesedihan) tahun 1964 dan Koto (The Old Capital/Ibu Kota Tua) tahun 1962.

Kawabata sendiri menganggap karyanya yang terbaik adalah Meijin (The master of Go/Empu Go) tahun 1951, sebuah kontras yang tajam dengan karya-karyanya yagn lain. Ini adalah sebuah kisah setengah fiksi tentang sebuah pertandingan besar Go pada 1938 yang benar-benar dilaporkannya dalam kelompok surat kabar Mainichi. Ini adalah permainan terakhir dari karier empu Shusai dan ia dikalahkan oleh penantang mudanya, dan meninggal sekitar setahun kemudian. Meskipun pada permukaannya cerita ini mengharukan, sebagai penceritaan kembali mengenai sebuah perjuangan puncak oleh sejumlah pembaca kisah ini dianggap sebagai paralel simbolis dari kekalahan Jepang pada Perang Dunia II.

Selama bertahun-tahun setelah perang, Kawabata merupakan kekuatan pendorong di balik penerjemahan sastra Jepang ke dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa Barat lainnya. Perang itu jelas merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh pada dirinya, ditambah dengan kematian seluruh anggota keluarganya ketika ia masih muda. Ia mengatakan tak lama kemudian bahwa sejak itu ia hanya sanggup menulis elegi.

Kawabata bunuh diri pada 16 April 1972 dengan meracuni dirinya dengan gas. Banyak teori telah dikemukakan tentang penyebabnya, antara lain kesehatannya yang buruk, kemungkin hubungan cinta gelap, atau keterkejutan yang disebabkan oleh sahabatnya Yukio Mishima, yang mati bunuh diri pada 1970. Namun, berbeda dengan Mishima, Kawabata tidak meninggalkan catatan apapun, dan karena ia tidak pernah membahasnya secara sungguh-sungguh dalam tulisan-tulisannya, motifnya tetap tidak jelas.

1 komentar:

margareth mengatakan...

selamat siang mas..
perkenalkan nama saya theresya..
saya melihat anda sering membahas tentang salah seorang penulis jepang yaitu yasunari kawabata,
saya mau bertanya apakah novel yang berjudul seribu burung bangau dan kota tua masih diterbitkan atau tidak karena saya sedang membutuhkan novel tersebut.

terimakasih.
salam,
theresya